Senin, 06 April 2020

ANALISA KASUS PELANGGARAN KODE ETIK GURU

"TAK KERJAKAN MATEMATIKA GURU TEGA ANIAYA MURID"


I.       Pendahuluan
Pendidikan adalah aspek penting dalam kehidupan manusia sekaligus menyediakan investasi jangka panjang bagi bangsa, pendidikan memiliki tujuan dan fungsi yaitu memanusiakan manusia menjadikan manusia lebih mengetahui dan memahami nilai-nilai dan hakikat sebagai manusia (Muchith, 2016).  Pentingnya pendidikan telah ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, upaya mencerdaskan kehidupan bangsa ini tentunya memerlukan proses pendidikan (Warsono, 2017).
Pentingnya pendidikan juga ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Salah satu komponen yang sangat penting dalam dunia pendidikan adalah guru. Guru bukan hanya sekedar penyampai materi (transfer of knowledge) saja, tetapi lebih dari itu guru dapat disebut juga sebagai sentral pembelajaran yaitu sebagai pendidik yang artinya guru mengubah dan membentuk perilaku dan kepribadian peserta didik (Juhji, 2016).
Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Republik Indonesia No, 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, guru merupakan pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Dalam melaksanakan tugas profesinya guru Indonesia menyadari perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa.  Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara
Pada kenyataannya sekolah merupakan tempat siswa menimba ilmu pengetahuan dan seharusnya menjadi tempat yang aman bagi siswa. Namun ternyata di beberapa sekolah terjadi kasus kekerasan fisik pada siswa oleh guru. Adapun pengertian kekerasan adalah perbuatan seseorang atau sekelompok yang membuat cedera atau matinya orang lain ataupun menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain (Diyah, 2016).
Kekerasan dalam pendidikan merupakan perilaku melampaui batas kode etik dan aturan dalam pendidikan, baik dalam bentuk fisik maupun pelecehan atas hak seseorang. Pelakunya bisa siapa saja: pimpinan sekolah, guru, staf, murid, orang tua atau wali murid, bahkan masyarakat (Muis, 2017).
Kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada siswa seperti dilempar penghapus dan penggaris, dijemur di lapangan dan dipukul, di samping itu siswa juga mengalami kekerasan psikis dalam bentuk bentakan dan kata makian, seperti bodoh, goblok, kurus, ceking dan sebagainya (Harahap, 2018).  
Fenomena kekerasan di lingkungan sekolah akhir-akhir ini mendapat sorotan tajam dari masyarakat. Kekerasan yang menimpa peserta didik di lingkungan sekolah menjadi topik hangat pemberitaan di media (Affandi, 2016) sehingga saya tertarik untuk mengkaji kasus kekerasan dengan judul “Analisa kasus pelanggaran Kode Etik Guru : Tak Kerjakan Matematika Guru, Tega Aniaya Murid

II.    Masalah
Kronologi kejadian penganiayaan yang dilakukan oleh Yospina, guru matematika SMP 7 Saparua Timur pada Rabu, 23 Januari 2019 jam 11.00 WIT. Kejadian ini dialami oleh sejumlah siswa-siswi kelas IX SMP Negeri 7 Saparua Timur. Salah satu korban yang dianiaya oleh Yospina adalah Madha Thisya Pelupessy anak dari Martha Pelupessy. Kejadian ini baru diketahui oleh Martha, bermula Madha mengeluh sakit dan merasa demam lalu memita tolog kepada ibunya untuk menggosokan minyak untuk gosok lukanya, setelah ditanyakan ternyata itu luka akibat cubitan yang dilakukan Yospina karena tidak mengerjakan soal matematika. Sontak kejadian tersebut membuat Martha kaget, atas kejadian tersebut kemudian Yospina dilaporkan ke Polsek Saparua pada Kamis, 24 Januari 2019.
      Namun masalah tersebut tidak langsung ditindaklanjutkan dengan berbagai alasan hingga pada rabu 31 Januari 2019 laporan tersebut baru diregistrasi oleh Polsek Saparua kemudian dilimpahkan ke Polres Pulau Ambon & PP. Lease.
      Anehnya adanya upaya itervensi dari pihak tertentu untuk melindungi pelaku dari masalah ini yaitu Camat Saparua Timur Halid Pattisahusiwa dan Ketua UPTD Saparua Timur E M Saimima agar masalah ini dapat dihentikan tetapi pihak korban tetap membawa kasus ini ke meja hijau untuk memberi efek jera. Atas perbuatannya pelaku dijatuhkan hukuman penjara 3 tahun 6 bulan. 

III. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada artikel ini adalah 
  1. Bagaimaa hasil analisis pelanggaran peraturan-undang dan Kode Etik Guru Indonesia dalam kasus yang menyebabkan penganiayaan terhadap Madha di Maluku? 
  2. Bagaimana solusi dari kasus pelanggaran Kode Etik Guru?

IV. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan analisis kasus antara lain 
  1. Untuk mengetahui hasil analisa kasus pelanggaran perundang-undang dan Kode Etik Guru Indonesia yang dilanggar dalam kasus penganiayan terhadap Madha di Maluku 
  2. Untuk mengetahui solusi apa dari kasus pelanggaran Kode Etik Guru.
V.    Metode Penelitian
Dalam penulisan artikel ini, penulis menggunakan penelitian deskriptif-kualitatif. Yang dimaksud dengan deskriptif adalah penulis akan menganalisa studi kasus dari guru dan pelanggaran kode etik guru. Datanya berupa berita online kasus guru, Peraturan Undang-Undang, Peraturan Menteri dan Kode Etik Guru Indonesia.

VI.    Hasil Analisis
Berdasarkan uraian masalah tersebut dijelaskan ada seorang guru matematika melakukan penganiayaan terhadap sejumlah siswa-siswinya, pelaku mencubit korban dikarenakan tidak mengerjakan soal matematika hal ini mengakibatkan luka bekas cubitan hingga membuat korban demam, sehingga ada beberapa peraturan perundang-undang dan Kode Etik Guru Indonesia yang dilanggar karena tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku. Berikut peraturan perundang-undang yang dilanggar oleh pelaku :
  • Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan pasal 15 bagian d yang berbunyi “Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan”
  • Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan pasal 54 ayat 1 dan 2 yang berbunyi : 1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. 2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.
  • Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan pasal 4 ayat 1 yang berbunyi “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, bertumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat martabat kemanusian, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi".
  • Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan pasal 80 ayat 1 yang berbunyi “Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C berbunyi “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan professional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orang tua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan kemanusian. Kode etik guru merupkan pedoman guru dalam bersikap dan berperilaku.
Bila terkait mengenai Kode Etik Guru, adapun yang dilanggar antara lain :
  • Kode Etik Guru Indonesia dalam pasal 3 ayat 1 yang berbunyi “Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia  sebagai pedoman bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat”. Artinya pelaku melanggar sumpah/janji yang sudah dilontarkan ketika hendak memegang profesi sebagai guru, pelaku juga tidak memahami dan tidak mematuhi nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia.
  • Kode Etik Guru Indonesia dalam pasal 6 ayat 1 bagian a yang berbunyi “Guru berprilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran". Artinya pelaku tidak mencerminkan perilaku yang professional, artinya penganiayaan yang dilakukan oleh guru tersebut sangat bertolak belakang dengan tanggung jawabnya sebagai seorang pendidiknya yang harusnya mendidik anak.
  • Kode Etik Guru Indonesia dalam pasal 6 ayat 1 bagian e berbunyi “Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik”. Artinya pelaku tidak dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan hal ini dikarenakan dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan pelaku kepada sejumlah siswanya.
  • Kode Etik Guru Indonesia dalam pasal 6 ayat 1 bagian f berbunyi “Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan”. Artinya pelaku (guru) tersebut tidak mengganggap peserta didik tersebut sebagai anaknya sendiri sehingga pengajaran yang diberikan tidak dilandasi dengan kasih sayang sehingga menyebabkan terjadinya tindak kekerasan yaitu mencubit peserta didik hingga terluka dan demam sebab tidak mengerjakan soal matematika.
  • Kode Etik Guru Indonesia dalam pasal 6 ayat 5 bagian a berbunyi “Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi”. Artinya pelaku tersebut tidak menjunjung tinggi jabatannya sebagai guru sebagai sebuah profesi dimana guru tidak hanya sekedar mengajar atau menstransfer ilmu saja melainkan guru dapat mendidik peserta didik artinya menjadi sentral pembelajaran yaitu mengubah dan membentuk perilaku dan kepribadian peserta didik.
  • Kode Etik Guru Indonesia dalam pasal 6 ayat 5 bagian f berbunyi “Guru tidak melakukan  tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.” Artinya adanya tindakan berupa intervensi yang dilakukan guru tersebut dengan melakukan tindakan intervensi yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk melindungi pelaku dari masalah ini yaitu Camat Saparua Timur Halid Pattisahusiwa dan Ketua UPTD Saparua Timur E M Saimima agar masalah ini dapat dihentikan tetapi pihak korban tetap membawa kasus ini ke meja hijau untuk memberi efek jera. Atas perbuatannya pelaku dijatuhkan hukuman penjara 3 tahun 6 bulan.
  • Kode Etik Guru Indonesia dalam pasal 6 ayat 7 bagian a yang berbunyi “Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya”. Artinya pelaku tersebut tidak memiliki komitmen yang kuat dalam mengenyam profesinya sebagai guru hal ini dikarena perbuatannya tersebut telah melanggar norma-norma yang berlaku yaitu melakukan tindakan penganiayaan terhadap muridnya hingga menyebabkan luka dan demam hal ini membuat peserta didik tersebut mengalami trauma.
  • Kode Etik Guru Indonesia dalam pasal 11 ayat 1 yang berbunyi “Setiap guru harus secara sungguh-sungguh menghayati, mengamalkan, serta menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia". Artinya pelaku tersebut tidak secara bersungguh-sungguh dalam mengemban profesi guru dan pelaku juga tidak menjujung tinggi Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman dalam bersikap dan berperilaku.Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru matematika tersebut telah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang perlindungan anak serta telah melakukan pelanggaran dengan ketidaklaksanaan Kode Etik Guru dan ketentuan perundangan yang berlaku berkaitan dengan profesi gru sehingga guru tersebut dikenai sanksi yang sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

Berikut solusi untuk mengatasi masalah tersebut agar tidak terulang kembali antara lain :
  • Sebelum memutuskan menjadi guru sebaiknya calon guru dites dulu psikologinya dengan ketat agar mampu menghadapi berbagai jenis karakter siswa (Hadi, 2016).
  • Adanya matakuliah dan mewajibkan seorang guru untuk membaca dan menjalankan profesinya sesuai dengan Kode Etik Guru Indonesia.
  • Adanya pelatihan yang isinya tentang bagaimana seorang guru menghadapi peserta didik yang berbeda karakter sehingga seorang guru mampu menangani siswa yang karakternya nakal atau bandel.
  • Menidak tegas dan memberi sanksi berat pada oknum-oknum guru yang melakukan kasus etika profesi karena sangat merugikan guru dan konsumen pendidikan. Guru merupakan salah satu profesi yang salah satu tugasnya memberi keteladanan yang baik kepada peserta didik.
  • Tugas yang penting bagi guru dalam melakukan pendekatan kepada peserta didik adalah menjadikan peserta didik mampu mengembangkan keyakinan dan penghargaan terhadap dirinya sendiri, serta membangkitkan kecintaan terhadap belajar secara berangsur-angsur dalam diri peserta didik.
VII.    Penutup 
            Berdasarkan hasil analisa kasus terdapat pelanggaran kode etik guru yang dilakukan oleh guru matematika tersebut. Dalam upaya meningkatkan Guru yang profesional maka seorang guru harus memiliki prinsip-prinsip profesional dan melalui kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikasi. Namun tentunya hal ini hendaknya dilandasi dengan etiket kejujuran sebagai seorang profesional.
     Kode etik memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, bagi guru pada khususnya. Apa yang telah dijelaskan dalam kode etik keguruan telah menggambarkan bagaimana seharusnya tingkah laku dan etika sebenarnya bagi seorang guru. Dengan adanya kode etik guru nantinya diharapkan mampu meningkatkan profesionalisme guru dan meningkatkan moral pendidik sehingga derajat guru yang teramat mulia dimata masyarakat dapat kembali terwujud.
     Dalam kasus penganiayaan yang dilakukan guru di Maluku, pelaku jelas melanggar Kode Etik Guru dan peraturan perundang-undangan nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. Atas perbuatannya pelaku dijatuhkan hukuman penjara 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

Daftar Pustaka
Affandi, A. (2016). Dampak Pemberlakuan Undang-Undang Perlindungan Anak Terhadap Guru dalam Mendidik Siswa. Jurnal Hukum Samudra Keadilan11(2), 196-208.
CHOLIFA MAULUT DIYAH, N. U. R. (2016). Kekerasan Dalam Pendidikan (Studi Fenomenologi Perilaku Kekerasan di Panti Rehabilitasi Sosial Anak). Paradigma4(3).
Hadi, Y. (2016). Menghindari Kekerasan dalam Pengelolaan Karakter Siswa. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi4(1), 92-101.
Harahap, A. S. (2018). Kekerasan Fisik Oleh Pendidik Terhadap Peserta Didik Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Perspektif Hukum Pidana Islam. Mizan: Journal of Islamic Law4(1).
Juhji, J. (2016). Peran Urgen Guru dalam Pendidikan. Studia Didaktika10(01), 51-62.
Muis, T. (2017). Tindakan Kekerasan Guru Terhadap Siswa dalam Interaksi Belajar Mengajar (Studi Kasus di SMAN Surabaya). JP (Jurnal Pendidikan): Teori dan Praktik2(1), 86-90.
Muchith, M. S. (2016). Radikalisme dalam dunia pendidikan. Addin10(1), 163-180.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun  2005 Nomor 157
Warsono, W. (2017). Guru: Antara Pendidik, Profesi, dan Aktor Sosial. The Journal of Society and Media1(1), 1-10.
Link Berita : https://www.g-news.id/2019/01/31/tak-kerjakan-matematika-guru-tega-aniaya-murid/