ANALISA KASUS PELANGGARAN KODE ETIK GURU
"TAK KERJAKAN MATEMATIKA GURU TEGA ANIAYA MURID"
I. Pendahuluan
Pendidikan adalah aspek penting dalam kehidupan
manusia sekaligus menyediakan investasi jangka panjang bagi bangsa, pendidikan
memiliki tujuan dan fungsi yaitu memanusiakan manusia menjadikan manusia lebih
mengetahui dan memahami nilai-nilai dan hakikat sebagai manusia (Muchith,
2016). Pentingnya
pendidikan telah ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa
salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa ini tentunya memerlukan proses pendidikan (Warsono, 2017).
Pentingnya pendidikan juga ditegaskan dalam
Pasal 1 ayat (1) Undang-undang
Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
Salah satu komponen yang sangat penting dalam dunia
pendidikan adalah guru. Guru bukan hanya sekedar penyampai materi (transfer of
knowledge) saja, tetapi lebih dari itu guru dapat disebut juga sebagai sentral
pembelajaran yaitu sebagai pendidik yang artinya guru mengubah dan membentuk
perilaku dan kepribadian peserta didik (Juhji, 2016).
Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No, 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, guru merupakan pendidik
professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Dalam
melaksanakan tugas profesinya guru
Indonesia menyadari perlu ditetapkan Kode Etik
Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah
dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik
putera-puteri bangsa. Kode Etik Guru
Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru
Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi
sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara
Pada kenyataannya sekolah merupakan tempat siswa
menimba ilmu pengetahuan dan seharusnya menjadi tempat yang aman bagi siswa.
Namun ternyata di beberapa sekolah terjadi kasus kekerasan fisik pada siswa
oleh guru. Adapun pengertian kekerasan adalah perbuatan seseorang atau sekelompok
yang membuat cedera atau matinya orang lain ataupun menyebabkan kerusakan fisik
atau barang orang lain (Diyah, 2016).
Kekerasan dalam pendidikan merupakan perilaku
melampaui batas kode etik dan aturan dalam pendidikan, baik dalam bentuk fisik
maupun pelecehan atas hak seseorang. Pelakunya bisa siapa saja: pimpinan
sekolah, guru, staf, murid, orang tua atau wali murid, bahkan masyarakat (Muis,
2017).
Kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada
siswa seperti dilempar penghapus dan penggaris, dijemur di lapangan dan
dipukul, di samping itu siswa juga mengalami kekerasan psikis dalam bentuk
bentakan dan kata makian, seperti bodoh, goblok, kurus, ceking dan sebagainya
(Harahap, 2018).
Fenomena kekerasan di lingkungan sekolah akhir-akhir
ini mendapat sorotan tajam dari masyarakat. Kekerasan yang menimpa peserta
didik di lingkungan sekolah menjadi topik hangat pemberitaan di media (Affandi,
2016) sehingga saya tertarik untuk mengkaji kasus kekerasan dengan judul
“Analisa kasus pelanggaran Kode Etik Guru : Tak
Kerjakan Matematika Guru, Tega Aniaya Murid”
II. Masalah
Kronologi kejadian penganiayaan yang dilakukan oleh Yospina, guru
matematika SMP 7 Saparua Timur pada Rabu, 23 Januari 2019 jam 11.00 WIT. Kejadian ini dialami oleh sejumlah siswa-siswi kelas IX SMP Negeri 7 Saparua Timur.
Salah satu korban yang dianiaya oleh Yospina adalah Madha Thisya Pelupessy anak
dari Martha Pelupessy. Kejadian ini baru diketahui oleh Martha, bermula Madha
mengeluh sakit dan merasa demam lalu memita tolog kepada ibunya untuk
menggosokan minyak untuk gosok lukanya, setelah ditanyakan ternyata itu luka
akibat cubitan yang dilakukan Yospina karena tidak mengerjakan soal matematika.
Sontak kejadian tersebut membuat Martha kaget, atas kejadian tersebut kemudian
Yospina dilaporkan ke Polsek Saparua pada Kamis, 24 Januari 2019.
Namun masalah tersebut tidak langsung
ditindaklanjutkan dengan berbagai alasan hingga pada rabu 31 Januari 2019
laporan tersebut baru diregistrasi oleh Polsek Saparua kemudian dilimpahkan ke
Polres Pulau Ambon & PP. Lease.
Anehnya adanya upaya itervensi dari pihak
tertentu untuk melindungi pelaku dari masalah ini yaitu Camat Saparua Timur Halid Pattisahusiwa dan Ketua UPTD Saparua Timur E M Saimima agar masalah ini dapat dihentikan tetapi pihak korban tetap membawa kasus ini ke meja hijau untuk memberi efek jera. Atas perbuatannya pelaku dijatuhkan hukuman penjara 3 tahun 6 bulan.
III. Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah pada artikel ini adalah
- Bagaimaa hasil analisis pelanggaran peraturan-undang dan Kode Etik Guru Indonesia dalam kasus yang menyebabkan penganiayaan terhadap Madha di Maluku?
- Bagaimana solusi dari kasus pelanggaran Kode Etik Guru?
IV. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, adapun tujuan analisis kasus antara lain
- Untuk mengetahui hasil analisa kasus pelanggaran perundang-undang dan Kode Etik Guru Indonesia yang dilanggar dalam kasus penganiayan terhadap Madha di Maluku
- Untuk mengetahui solusi apa dari kasus pelanggaran Kode Etik Guru.
V. Metode
Penelitian
Dalam penulisan artikel ini, penulis menggunakan
penelitian deskriptif-kualitatif. Yang dimaksud dengan deskriptif adalah
penulis akan menganalisa studi kasus dari guru dan pelanggaran kode etik guru.
Datanya berupa berita online kasus guru, Peraturan Undang-Undang, Peraturan
Menteri dan Kode Etik Guru Indonesia.
VI. Hasil
Analisis
Berdasarkan uraian masalah tersebut dijelaskan ada
seorang guru matematika melakukan penganiayaan terhadap sejumlah
siswa-siswinya, pelaku mencubit korban dikarenakan tidak mengerjakan soal
matematika hal ini mengakibatkan luka bekas cubitan hingga membuat korban
demam, sehingga ada beberapa peraturan perundang-undang dan Kode Etik Guru
Indonesia yang dilanggar karena tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku. Berikut
peraturan perundang-undang yang dilanggar oleh pelaku :
- Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan pasal 15 bagian d yang berbunyi “Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan”
- Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan pasal 54 ayat 1 dan 2 yang berbunyi : 1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. 2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.
- Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan pasal 4 ayat 1 yang berbunyi “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, bertumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat martabat kemanusian, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi".
- Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan pasal 80 ayat 1 yang berbunyi “Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C berbunyi “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Kode Etik Guru
Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi
pelaksanaan tugas dan layanan professional guru dalam hubungannya dengan
peserta didik, orang tua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi
profesi dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial,
etika dan kemanusian. Kode etik guru merupkan pedoman guru dalam bersikap dan
berperilaku.
Bila terkait mengenai Kode Etik Guru, adapun yang
dilanggar antara lain :
- Kode Etik Guru Indonesia dalam pasal 3 ayat 1 yang berbunyi “Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat”. Artinya pelaku melanggar sumpah/janji yang sudah dilontarkan ketika hendak memegang profesi sebagai guru, pelaku juga tidak memahami dan tidak mematuhi nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia.
- Kode Etik Guru Indonesia dalam pasal 6 ayat 1 bagian a yang berbunyi “Guru berprilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran". Artinya pelaku tidak mencerminkan perilaku yang professional, artinya penganiayaan yang dilakukan oleh guru tersebut sangat bertolak belakang dengan tanggung jawabnya sebagai seorang pendidiknya yang harusnya mendidik anak.
- Kode Etik Guru Indonesia dalam pasal 6 ayat 1 bagian e berbunyi “Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik”. Artinya pelaku tidak dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan hal ini dikarenakan dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan pelaku kepada sejumlah siswanya.
- Kode Etik Guru Indonesia dalam pasal 6 ayat 1 bagian f berbunyi “Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan”. Artinya pelaku (guru) tersebut tidak mengganggap peserta didik tersebut sebagai anaknya sendiri sehingga pengajaran yang diberikan tidak dilandasi dengan kasih sayang sehingga menyebabkan terjadinya tindak kekerasan yaitu mencubit peserta didik hingga terluka dan demam sebab tidak mengerjakan soal matematika.
- Kode Etik Guru Indonesia dalam pasal 6 ayat 5 bagian a berbunyi “Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi”. Artinya pelaku tersebut tidak menjunjung tinggi jabatannya sebagai guru sebagai sebuah profesi dimana guru tidak hanya sekedar mengajar atau menstransfer ilmu saja melainkan guru dapat mendidik peserta didik artinya menjadi sentral pembelajaran yaitu mengubah dan membentuk perilaku dan kepribadian peserta didik.
- Kode Etik Guru Indonesia dalam pasal 6 ayat 5 bagian f berbunyi “Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.” Artinya adanya tindakan berupa intervensi yang dilakukan guru tersebut dengan melakukan tindakan intervensi yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk melindungi pelaku dari masalah ini yaitu Camat Saparua Timur Halid Pattisahusiwa dan Ketua UPTD Saparua Timur E M Saimima agar masalah ini dapat dihentikan tetapi pihak korban tetap membawa kasus ini ke meja hijau untuk memberi efek jera. Atas perbuatannya pelaku dijatuhkan hukuman penjara 3 tahun 6 bulan.
- Kode Etik Guru Indonesia dalam pasal 6 ayat 7 bagian a yang berbunyi “Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya”. Artinya pelaku tersebut tidak memiliki komitmen yang kuat dalam mengenyam profesinya sebagai guru hal ini dikarena perbuatannya tersebut telah melanggar norma-norma yang berlaku yaitu melakukan tindakan penganiayaan terhadap muridnya hingga menyebabkan luka dan demam hal ini membuat peserta didik tersebut mengalami trauma.
- Kode Etik Guru Indonesia dalam pasal 11 ayat 1 yang berbunyi “Setiap guru harus secara sungguh-sungguh menghayati, mengamalkan, serta menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia". Artinya pelaku tersebut tidak secara bersungguh-sungguh dalam mengemban profesi guru dan pelaku juga tidak menjujung tinggi Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman dalam bersikap dan berperilaku.Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru matematika tersebut telah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang perlindungan anak serta telah melakukan pelanggaran dengan ketidaklaksanaan Kode Etik Guru dan ketentuan perundangan yang berlaku berkaitan dengan profesi gru sehingga guru tersebut dikenai sanksi yang sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
Berikut
solusi untuk mengatasi masalah tersebut agar tidak terulang kembali antara lain
:
- Sebelum memutuskan menjadi guru sebaiknya calon guru dites dulu psikologinya dengan ketat agar mampu menghadapi berbagai jenis karakter siswa (Hadi, 2016).
- Adanya matakuliah dan mewajibkan seorang guru untuk membaca dan menjalankan profesinya sesuai dengan Kode Etik Guru Indonesia.
- Adanya pelatihan yang isinya tentang bagaimana seorang guru menghadapi peserta didik yang berbeda karakter sehingga seorang guru mampu menangani siswa yang karakternya nakal atau bandel.
- Menidak tegas dan memberi sanksi berat pada oknum-oknum guru yang melakukan kasus etika profesi karena sangat merugikan guru dan konsumen pendidikan. Guru merupakan salah satu profesi yang salah satu tugasnya memberi keteladanan yang baik kepada peserta didik.
- Tugas yang penting bagi guru dalam melakukan pendekatan kepada peserta didik adalah menjadikan peserta didik mampu mengembangkan keyakinan dan penghargaan terhadap dirinya sendiri, serta membangkitkan kecintaan terhadap belajar secara berangsur-angsur dalam diri peserta didik.
VII.
Penutup
Berdasarkan hasil analisa kasus terdapat pelanggaran kode etik guru yang dilakukan oleh guru matematika tersebut. Dalam upaya meningkatkan Guru yang profesional maka seorang guru harus memiliki prinsip-prinsip profesional dan melalui kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikasi. Namun tentunya hal ini hendaknya dilandasi dengan etiket kejujuran sebagai seorang profesional.
Kode etik memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, bagi guru pada khususnya. Apa yang telah dijelaskan dalam kode etik keguruan telah menggambarkan bagaimana seharusnya tingkah laku dan etika sebenarnya bagi seorang guru. Dengan adanya kode etik guru nantinya diharapkan mampu meningkatkan profesionalisme guru dan meningkatkan moral pendidik sehingga derajat guru yang teramat mulia dimata masyarakat dapat kembali terwujud.
Dalam kasus penganiayaan yang dilakukan guru di Maluku, pelaku jelas melanggar Kode Etik Guru dan peraturan perundang-undangan nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. Atas perbuatannya pelaku dijatuhkan hukuman penjara 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Daftar Pustaka
Affandi, A. (2016). Dampak Pemberlakuan Undang-Undang Perlindungan Anak Terhadap Guru dalam Mendidik Siswa. Jurnal Hukum Samudra Keadilan, 11(2), 196-208.
CHOLIFA MAULUT DIYAH, N. U. R. (2016). Kekerasan Dalam Pendidikan (Studi Fenomenologi Perilaku Kekerasan di Panti Rehabilitasi Sosial Anak). Paradigma, 4(3).
Hadi, Y. (2016). Menghindari Kekerasan dalam Pengelolaan Karakter Siswa. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, 4(1), 92-101.
Harahap, A. S. (2018). Kekerasan Fisik Oleh Pendidik Terhadap Peserta Didik Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Perspektif Hukum Pidana Islam. Mizan: Journal of Islamic Law, 4(1).
Juhji, J. (2016). Peran Urgen Guru dalam Pendidikan. Studia Didaktika, 10(01), 51-62.
Muis, T. (2017). Tindakan Kekerasan Guru Terhadap Siswa dalam Interaksi Belajar Mengajar (Studi Kasus di SMAN Surabaya). JP (Jurnal Pendidikan): Teori dan Praktik, 2(1), 86-90.
Muchith, M. S. (2016). Radikalisme dalam dunia pendidikan. Addin, 10(1), 163-180.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157
Warsono, W. (2017). Guru: Antara Pendidik, Profesi, dan Aktor Sosial. The Journal of Society and Media, 1(1), 1-10.Link Berita : https://www.g-news.id/2019/01/31/tak-kerjakan-matematika-guru-tega-aniaya-murid/